Desa Uzuzozo, yang terletak di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur, adalah gambaran nyata desa terpencil dengan fasilitas kesehatan yang minim, medan berat, dan akses yang sulit. Jarak hingga fasilitas medis berjam-jam ditempuh, sering melewati sungai atau hutan. Di sanalah, sejak tahun 2017, sosok Theresia Dwiaudina Sari Putri (Dinny) berjuang sebagai satu-satunya bidan yang merawat ibu, anak, remaja, hingga lansia. Usianya masih sangat muda, baru 22 ketika mengabdikan diri, namun semangatnya luar biasa.
Dinny menyelesaikan Diploma Kebidanan di Surabaya, namun memilih pulang ke kampung halaman, bukan hanya demi pengabdian, tapi juga sebagai bentuk panggilan hati. Ia rela menempuh jalan tanah berbatu, menyeberangi sungai, bahkan berjalan kaki saat motor tidak bisa lewat, demi menolong setiap warga yang membutuhkan layanan kesehatan dasar.
Sebagai satu-satunya tenaga medis di area yang membentang tiga dusun dan anak-turunan kampung, Dinny menghadapi berbagai tantangan: rendahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan; ketergantungan pada dukun tradisional; angka stunting tinggi; dan warga yang enggan diperiksa dokter.
Menurutnya, banyak ibu hamil takut diperiksa atau melahirkan karena mitos dan tradisi. Ia pun melakukan pendekatan personal: membaur dengan masyarakat, menyelenggarakan posyandu di teras rumah warga, bahkan membawa daun sirih sebagai simbol bersahabat dengan mama dukun agar tidak menyingkirkan mereka. Praktik imunisasi pun dilakukan dengan cara menghormati kepercayaan lokal seperti menancapkan jarum suntik di pohon pisang untuk meredam demam sesuai permintaan keluarga, namun tidak mengabaikan aspek medis.
Sebelum kehadirannya, Desa Uzuzozo mencatat 15 kasus stunting pada anak-anak. Setelah Dinny bekerja setahun, kasus tersebut menurun hingga 80% tinggal tiga anak yang terkena stunting pada akhir 2019. Lebih dari itu, sejak kehadirannya, tidak ada lagi kasus kematian ibu melahirkan di desa tersebut.
Dinny juga memperkenalkan edukasi pola asuh dan gizi dalam keluarga, menanamkan pentingnya interaksi aktif orang tua, serta mendampingi remaja wanita mendapatkan tablet tambah darah. Semua ini dilakukannya secara konsisten, meski honor yang diperolehnya lambat dibayarkan dan sering kali hanya dalam bentuk barter (seekor anjing) sebagai tanda persetujuan awal dari kepala desa.
Kisah pengabdian Dinny akhirnya dikisahkan dalam salah satu artikel peserta Anugerah Pewarta Astra 2024 dan dinobatkan sebagai Juara 1 kategori umum. Sebelumnya, ia juga menerima penghargaan dari SATU Indonesia Awards 2023, penghargaan yang diberikan Astra kepada pegiat sosial di bidang kesehatan.
Astra melalui dua inisiatif itu menegaskan bahwa kontribusi sosial bukan hanya soal besaran bantuan, tetapi juga memberi pengakuan terhadap orang-orang yang berani bergerak dari akar desa. Dinny adalah contoh nyata bagaimana satu individu mampu menyentuh kehidupan banyak orang. Dengan panggung yang diberikan Astra, kisahnya kini menjadi inspirasi nasional. Ia menunjukkan bahwa pembangunan bangsa memerlukan keberanian untuk hadir di tempat terjauh sekalipun.
Dinny sering berkata, “Jika bukan kita yang hadir, siapa lagi?” Bagi generasinya, nilai pengabdian tidak muncul secara otomatis. Setiap kunjungan ke rumah warga, setiap edukasi sepersekian detik yang ia sampaikan, adalah usaha untuk membuka pikiran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan dan pengetahuan medis.
Harapannya bukan hanya agar Uzuzozo menjadi jauh lebih sehat. Ia ingin pendekatannya menjadi model bagi desa-desa lain yang masih menunggu tenaga kesehatan. Bahkan setelah ia meninggalkan desa, ia sudah menyiapkan pengganti dan memastikan program edukasi masih berjalan.
Theresia Dwiaudina Sari Putri atau Dinny adalah wajah inspiratif dari semangat muda yang mampu membawa perubahan nyata. Namun kisahnya adalah simbol lebih besar: desa bukan hanya tempat tertinggal, melainkan ladang amal dan transformasi kemasyarakatan. Ia membuktikan bahwa satu orang bisa menyalakan harapan, dan ketika cerita seperti ini didukung oleh platform seperti Anugerah Pewarta Astra, dampaknya bisa bergema jauh.
Banyak masyarakat NTT maupun penggiat kemanusiaan mempercayai bahwa angka kematian ibu dan angka stunting bisa ditekan jika ada tenaga seperti Dinny yang konsisten tinggal dan hadir di desa terpencil. Dan jika cerita seperti ini diberitakan, maka peluang untuk mendapatkan donor, kolaborator, hingga dukungan publik pun semakin terbuka luas.
Kisah Dinny bukan sekadar kisah sukses individu. Ia adalah simbol bahwa dengan ketulusan, pelayanan, dan sikap tidak kenal lelah, perubahan bisa lahir dari tempat yang paling terpencil. Astra, lewat panggung Anugerah Pewarta Astra dan SATU Indonesia Awards, membantu menjembatani cerita itu ke publik luas: memperkuat inspirasi, membuka peluang, dan memastikan semangat Dinny menjadi warisan collective.
Membangun Indonesia berarti menjaga setiap kehidupan, terutama mereka yang berada di pinggiran. Dan Dinny adalah contoh bahwa desa bisa menjadi pusat perubahan jika ada seseorang yang bersedia mengabdi, tanpa mengharap imbalan, sebatas visi untuk menyelamatkan nyawa dan menumbuhkan harapan.